LABUAN BAJO, RADAR NTT – Sidang lanjutan kasus sengketa tanah seluas 85. 000 M2 (delapan puluh lima ribu meter persegi) yang berlokasi di Nanga Bido antara Ir. Hugeng Syatriadi melawan Muhamad Amir dkk (dengan kawan kawan) dengan agenda sidang mendengar putusan hakim yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Labuan Bajo, Manggara Barat, Flores, NTT pada, Selasa (27/12/2016) lalu berlangsung aman. Tampak puluhan Tentara Nasional Indonesia (TNI) bersiaga di luar dan di dalam ruangan persidangan untuk mengantisipasi terjadinya keributan yang dapat mengganggu jalannya persidangan.
Selain itu, puluhan massa dari kedua kubu yang bersengketa tampak memenuhi ruang sidang dan di luar ruang sidang. Sidang tersebut dipimpin hakim ketua, Agus Darmanto, SHh.,MH., didampingi hakim anggota I Gede Susila Guna Yasa, SH., dan Widana Anggara Putra, SH.,M.Hum. Dalam amar putusannya hakim menyatakan penggugat (Ir. Hugeng Syatriadi, red) sebagai pemilik yang sah atas tanah obyek sengketa seluar 85. 000 M2yang terletak di Nanga Bido, Desa Macan Tanggar, Kecematan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat dengan batas batas sebagai berikut, utara berbatasan dengan pantai/laut dan tanah milik penggugat (Ir. Hugeng Syatriadi), timur berbatasan dengan pantai/laut dan muara kali nanga bido. Sedangkan selatan berbatasan dengan tanah milik penggugat (Ir. Hugeng Syatriadi) dan barat berbatasan dengan pantai/laut dan tanah milik penggugat (Ir. Hugeng Syatriadi).
Sesuai dengan pasal 1365 Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan peraturan peraturan lainnya yang bersangkutan menyatakan bahwa surat jual beli antara penggugat dangan Jufri Usman pada tanggal 8 Maret
1994, surat jual beli antara penggugat dengan Mustaji pada tanggal 19 September 1994, surat jual beli antara penggugat dengan Jafa Ami pada tanggal 6 Oktober 1994, surat jual beli antara penggugat dengan Rahing
pada tanggal 2 Nopember 1994 yang semuanya adalah sah dan mengikat secara hukum.
Hakim menilai bahwa semua bukti yang diberikan penggugat dalam persidangan seperti bukti surat, kwitansi, jual beli, dan lain sebagainya adalah sah dan mengikat secara hukum. Karena itu, hakim memutuskan bahwa tanah seluas 85. 000 M2 yang berlokasi di Nanga Bido, Desa Macang Tanggar adalah sah menjadi milik penggugat (Ir. Hugeng Syatriadi, red).
Seperti yang diberitakan sebelumnya, bahwa Ir. Hugeng Syatriadi (penggugat) telah membeli beberapa bidang tanah dari 4 (empat) pemiliki (penjual) tanah masing masing Jufri Usman yang dibeli pada tanggal 8 Maret 1994 dengan harga 1. 000. 000,- (satu juta rupiah), kemudian hugeng kembali membeli dari Mustaji pada tanggal 19 September 1994, dibeli dari Jafa Ami pada tanggal 6 Oktober 1994, dan dibeli dari Rahing pada tanggal 02 Nopember 1994 dengan harga masing masing 1. 000. 000,- (satu juta rupiah).
Namun Amir dkk merampas tanah tersebut dan menjual ke pihak lain yang diduga ke PT. Pelindo III cabang Surabaya tanpa sepengetahuan Ir. Hugeng sebagai pemilik yang sah atas tanah tersebut. Mereka mengklaim bahwa tanah tersebut milik ulayat Nanga Nae. Atas dasar hal tersebut Hugeng pun membawa kasus ini ke ranah hukum yang membuatnya menang melawan Amir dkk.
Bukti lain dipersidangan yang memenangkan Ir. Hugeng Syatriadi berupa surat keterangan kepemilikan tanah yang dibuat dan ditanda tangani oleh Tua Golo Menjaga dan Kepala Desa Macang Tanggar pada tanggal 8 Maret 1997 yang diperoleh fakta hukum bahwa benar Tua Golo Kampung Menjaga, Yusuf Umar dan pihak pemerintah Desa Macang Tanggar telah mengakui dengan tegas bahwa Ir. Hugeng Syatriadi memiliki tanah di Nanga Panda/ Nanga Bido, Desa Macang Tanggar, Kecamatan Komodo.
Selain itu ternyata tanah tersebut juga merupakan hak ulayat orang menjaga. Dan Hugeng pun telah membelinya juga dari ke 16 warga Kampung menjaga pada 16 Juni 1996. Ke 16 warga Kampung Menjaga tersebut yakni Mustafa Suleman, Idris, Rasid, Selasa, Ibrahimi, Tasrik, Amat Ishaka, Nasrulah, Berhima, Abdulrahman, Nasru, Ihsan, Safring, Abdulah, Alo Ampung, Usman, dan Mustaji.
Sementara itu, kuasa hukum tergugat, (Amir dkk) akan mengajukan banding terkait putusan hakim. “ya kita akan ajukan banding. Karena permohonan kita selainnya dikabulkan selainnya tidak. Kita mau tahu yang mana permohonan kita dikabulakan, nah itu yang tidak dibacakan hakim saat sidang,” ujar Hendrikus Djehadut saat dikonfirmasi usai sidang. (*Rio/radarntt)
Komentar