RADARNTT, Borong – Perangi kasus kekerasan seksual terhadap anak di kabupaten Manggarai Timur menjadi sorotan utama Kapolres AKBP I Ketut Widiarta, S.H., S.IK, M.Si. dan butuh kerja sama semua pihak memerangi kejahatan yang merenggut masa depan anak.
Angka kejahatan kekerasan seksual terhadap anak di daerah itu cenderung naik, pada tahun lalu. Berhasil dihimpun media ini, dari data gangguan Kamtibmas Polres Manggarai Timur pada tahun 2021, Kasat Reskrim Polres Manggarai Timur, IPDA Agustian Sura Pratama, STrK, menyebutkan terdapat 12 kasus kekerasan terhadap anak dibawah umur.
Berdasarkan data laporan Kesatuan Polres Manggarai Timur pada saat acara serah terima jabatan Kapolres AKBP Nugroho Arie Siswanto, S.H., kepada Kapolres Baru, AKBP I Ketut Widiarta, S .H., S.IK., M.Si, pada Sabtu lalu (12/2) data gangguan Kamtibmas pada bulan Januari tahun 2022, terdapat kasus pencabulan terhadap anak dibawah umur, yang dilaporkan ada dua dan kasus persetubuhan anak dibawah umur yang dilapor satu, total sudah 3 kasus di awal tahun.
Meningkatnya kasus kekerasan seksual pada anak dibawah umur seharusnya tidak terlepas dari tugas dan tanggungjawab bersama, terutama Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur melalui Badan Pengendalian Penduduk. keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP2KBP3A).
Saat dikonfirmasi media ini, di ruang kerjanya, Senin, (14/2/2022), Kepala BP2KBP3A, melalui Sekertarisnya, Petrus Gong, S.KM., mengatakan kejahatan kekerasan seksual terhadap anak merupakan kasus kemanusiaan. Lanjutnya, mestinya Pemerintah mendapat dukungan dari semua pihak untuk menekan angka kejahatan ini.
“Pemerintah dalam hal ini dinas BP2KBP3A tentu membutuhkan dukungan dari komunitas pencinta anak, LSM, TNI- Polri, DPRD dan Pemerintah Pusat, tidak bisa jalan sendiri tanpa ada daya dukungan dari pihak lain apa lagi DPRD dalam penganggarannya,” ungkapnya.
Keterbatasan kita dalam menjalankan misi ini, kata dia, adalah bentuk dukungan dana dalam menjalankan program pencegahan dan pemulihan. Upaya pemulihannya tentu bentuk rehabilitasi sosial dan ekonomi. Sedangkan pencegahan adalah Sosialisasi dan Penyuluhan di setiap Desa.
Sementara itu, menambah apa yang disampaikan Sekdis Pice, Kepala Bidang Perlindungan Anak (PPA), Benediktus Fir mengatakan sejauh ini telah melakukan tugas sebagai perlindungan terhadap anak dengan baik.
Terkait tugas perlindungan anak, kata dia, pasca kejadian, terdapat dua pola penanganan yakni Penjangkauan dan Pendampingan. Penjangkauan, merupakan tindakan atau upaya untuk mengetahui secara pasti keberadaan dan identitas korban (Anak). Sedangkan pendampingan adalah upaya pendampingan terhadap anak untuk memenuhi haknya dalam mencari keadilan secara hukum.
Dikatakan Kabid yang kerap disapa Ben Fir itu, pemerintah juga akan melakukan rehabilitasi mental dan ekonomi terhadap keluarga korban, dan mestinya ada kegiatan kegiatan yang bersifat pencegahan seperti kegiatan sosialisasi dan penyuluhan.
Kegiatan Sosialisasi dan Penyuluhan bertujuan membangun pemahaman masyarakat agar bersama-sama menekan angka kejadian.
“Tentu membutuhkan intervensi APBD yang serius,” imbuhnya.
Meningkatnya angka kasus kekerasan terhadap anak dibawah umur juga turut menyita perhatian Kepala Dinas PMD Manggarai Timur, Gaspar Nanggar.
Saat dikunjungi media ini, di ruang kerjanya, Kadis Gaspar juga turut menyayangkan sikap masyarakat yang semakin brutal dan tidak memiliki nilai moral baik.
“Belum lama ini, kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak dibawah umur dan masih berusia balita. Tentu usia ini sudah menjadi usia masuk pendidikan anak usia dini (PAUD),” tuturnya.
Kadis Gaspar melanjutkan, sumbangsih dari dinas pemberdayaan masyarakat desa (PMD) terkait kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, regulasi sudah memungkinkan untuk desa dengan peraturan menteri desa Nomor 7 tahun 2021.
“Terkait prioritas penggunaan dana desa tahun 2022, di sana terdapat delapan tipologi desa dan 16 Sustainable Development Goals (SDGs). Itu masuk di tipologi yang ke lima dan SDGs ke empat desa yang berkualitas,” tambahnya.
Ia mengatakan, fokus dalam kegiatan PAUD sehingga harapan kita sesuai dengan semangat undang-undang bahwa setiap desa harus memiliki Bunda PAUD. Adapun tujuannya bahwa lewat lembaga ini lembaga dapat mengontrol anak-anak kita yang berusia dini atau usia bermain.
Anak-anak di desa tidak ada yang tidak mengenyam pendidikan PAUD. Dengan berada di lembaga pendidikan, tentu anak- anak mendapat kontrol dari petugas, guru, tutor di desa pada jam belajar. Tak hanya itu, Kadis Gaspar juga mengimbau agar masyarakat di desa untuk membawa anak anak usia dini belajar di PAUD Desa.
“Masyarakat secara bahu membahu untuk menginformasikan dan mensosialisasikan tentang perlindungan anak. Hendaknya anak tidak boleh mendapat perlakuan yang tidak berperikemanusiaan, karena mereka adalah generasi penerus bangsa,” tegasnya.
Sementara itu, secara terpisah, Bunda PAUD Kabupaten Manggarai Timur, Theresia Wisang, saat dikonfirmasi (15/2) kepada media ini mengatakan setiap desa pada saat ini sudah memiliki lembaga PAUD. Hal itu telah dicanangkan pada tahun 2019 lalu.
Menurutnya, perlindungan anak yang paling utama itu dari keluarga. Keluarga juga wajib mendampingi anak sejak bayi sampai pada usia sekolah bahkan perguruan tinggi. Terkait menekan angka kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak, tentu bukan kerja sediri-sendiri.
“Butuh kerja tim, harus saling berkoordinasi dengan melibatkan pihak pihak lain agar hasilnya optimal. Butuh keseriusan, kerja sama tim dan dapat dilsksanakan secara terpadu dalam upaya pencegahan dan pendampingan korban yang mengalami tindakan kekerasan,” terangnya. (GN/RN)
Komentar