oleh

Rencana Pengembangan Panas Bumi di Wae Sano ‘Membunuh’ Masa Depan Rakyat

Masyarakat Wae Sano Saat Berdemo Di Kantor DPRD Manggarai Barat

 

RADARNTT, Labuan Bajo – Pada 2017 lalu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meluncurkan program Flores Geothermal Island. Penetapan Flores sebagai Pulau Panas Bumi ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 2268 K/30/MEM/2017 tentang Penetapan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi. Surat Keputusan ini didukung dengan telah disusunnya peta jalan (road map) Pulau Flores sebagai pulau panas bumi.

Penetapan Flores sebagai Pulau Panas Bumi tentu tak terlepas dari potensi panas bumi yang tersebar di enam belas (16) titik, mulai dari Wae Sano, Ulumbu, Wae Pesi, Gou-Inelika, Mengeruda, Mataloko, Komandaru, Detusoko, Sokoria, Jopu, Lesugolo, Oka Ile Ange, Atedei, Bukapiting, Roma-Ujelewung dan Oyang Barang.

Salah satu wilayah dengan potensi energy panas bumi yang cukup tinggi adalah Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Wae Sano di Desa Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat. WKP Wae Sano sendiri merupakan salah satu pilot project pemanfaatan dana Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi (PISP) yang dikelola oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) sebagai BUMN di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Selain dari dana yang dikelola PT SMI, WKP Wae Sano juga memanfaatkan dana hibah dari World Bank yang disebut dengan Clean Technology Fund (CTF) – Global Environment Facility (GEF).

Rencana pengembangan geothermal oleh pemerintah melalui PT. Sarana Multi Infrastruktur di Desa Wae Sano dengan basis argumentasi untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat dan pariwisata, membangun infrastrktur, dan untuk kesejahteraan masyarakat, merupakan sebuah kebijakan keliru dan irasional, tidak mempertimbangkan keselamatan masyarakat dan lingkungan. Kebijakan ini murni inisiasi sepihak pemerintah tanpa melalui musyawarah secara terbuka dengan masyarakat.

Kebijakan ini juga sama sekali tidak relevan dengan kondisi ri’il masyarakat yang, sejak nenek moyang bergantung pada sektor pertanian dan peternakan. Sektor pertanian dan peternakan ini menjadi tumpuan hidup masyarakat, hingga menyekolahkan anak-anak sampai pada jenjang perguruan tinggi.

Kebijakan pemerintah, yang tampak ngotot mendorong pengembangan panas bumi di Wae Sano berdampak buruk bagi keselamatan rakyat dan ruang hidup; mulai dari lahan-lahan produktif pertanian, mata air, rumah adat, pemukiman warga, sumber mata air, gedung sekolah dan gereja, serta keberadaan danau Sano Nggoang sebagai salah satu objek wisata di Manggarai Barat.

Kebijakan ini, bagi kami, tak ubahnya sebagai upaya sistematis untuk ‘membunuh’ masa depan kami sebagai masyarakat.

Untuk itu, kami mendesak dan menuntut:

  1. Menuntut dan mendesak Menteri ESDM, Ignasius Jonan di Jakarta untuk segera menghentikan rencana eksplorasi dan eksploitasi pans bumi di WKP Wae Sano, Desa Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat.
  2. Menuntut dan mendesak Menteri Keuangan, Sri Mulyani di Jakarta untuk segera menghentikan rencana eksplorasi dan eksploitasi oleh PT. Sarana Multi Infra Struktur di WKP Wae Sano, selaku perusahaan Badan Usaha Milik Negara di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

  3. Menuntut dan mendesak PT. Sarana Multi Infrastruktur untuk segera menghentikan segala aktifitas di Desa Wae Sano, termasuk berhenti membuat konflik anta sesame masyarakat Desa Wae Sano, dan sekitarnya.

  4. Menuntut dan mendesak Menteri Pariwisata, Arief Yahya di Jakarta untuk menolak rencana eksplorasi dan eksploitasi geothermal, dan mendukung pengembangan pariwisata Danau Sano Nggoang yang berbasis pada masyarakat.

  5. Menuntut dan mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya untuk segera turun tangan, menghentikan rencana pengembangan panas bumi yang, berpotensi besar merusak lingkungan dan ekosistem, juga Danau Sano Nggoang sebagai salah satu danau vulkanik kebanggaan Provinsi NTT.

  6. Mendesak dan menuntut Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, DPRD Provinsi NTT untuk serius melakukan moratorium tambang

Komunitas Masyarakat Wae Sano (Kamis, 20 Desember 2018)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *