oleh

Baju Mirip Serbet dan Jalan yang Buruk

SEMALAM Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Bungtilu Laiskodat dan rombongan tiba di kampung nelayan Lamalerap, Kecamatan Wulandoni. Gubernur Laiskodat meninggalkan Mingar, Desa Pasir Putih, Kecamatan Nagawutun, melewati jalur pantai selatan Lembata sebelum mobil rombongan Gubernur mencium bibir pantai desa nan eksotik yang sudah mendunia itu. Kondisi jalan yang buruk dan berjurang terjal arah Desa Idalololong dan dusun Lamanepa, kampung halaman Alex Take Ofong, anggota DPRD NTT, hingga Lamalera menyebabkan ban mobil dari rombongan pecah di tengah gelap. Kemarin, saya menyampaikan terima kasih kepada Karo Humas dan Protokol Setda NTT Pak Dr Jelamu Ardu Marius Jelamu M.Si setelah beliau menulis laporan perjalanan Gubernur dari Solor ke Lembata. Setelah melewati jalanan yang sangat beresiko di bibir pantai rute Mingar hingga Lamalera, tentu ada pengalaman batin tersendiri betapa Lembata masih sangat tertinggal. Begitu juga sekembali dari Lamalera akan melewati Posiwatu-Imulolong-Puor-Boto-Ileboli-Bolibean di Nagawutun-Watokobu dan Lewoleba. Jalur itu ada kantong potensial Lembata yang diabaikan Pemkab Lembata selama ini. Semoga ada komitmen anggaran bersumber APBD 1 untuk urus jalan Lewoleba-Lamalera dan sekitarnya. “Begitu kraeng. Neka rabo. Salam hormat untuk Pak Gubernur. Malam bae,” kata saya. “Betul pak Ansel. Jalan darat menuju Lamalera wah parah sekali. Akan menjadi catatan kita,” ujar Marius, mantan Kepala Dinas Pariwisata NTT.

“Kami tertahan sebentar dan supir gantikan ban. Jalanan sangat berisiko. Kalau tesalah mobil bisa masuk jurang,” kata Bartol Badar, Kepala Biro Organisasi Setda NTT, anggota rombongan. “Ruas jalan dari Lewoleba ke Lewopenutung sejak dulu sangat buruk. Kami jalan kaki berkilo-kilo pikul bekal di serbet atau kelombu. Masyarakat baru agak lega setelah Penjabat Bupati Pak Piter Keraf buka jalan ke sana dan mematahkan mitos ‘sampai kucing bertanduk oto tida bisa masuk kampung’. Masyarakat mulai lega setelah Gubernur NTT Pak Viktor Laiskodat mulai bangun jalan sedikit arah Lewopenutung dengan APBD NTT. Ini bentuk perhatian bagi ata ribu, orang banyak,” kata Prof Dr Frans Sisu Atawuwur, dosen dan pengacara asal Lewopenutung di Pontianak, Kalimantan Barat. Mantan camat Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Drs Marsel Mau Meta saat kami ngobrol di Atambua di sela-sela kunjungan Viktor Laiskodat di Malaka, punya testimoni khusus. “Saya kenal Pak Viktor sejak masih Camat Tasifeto Timur. Beliau orang hebat dan sangat dermawan. Ketika eksodus besar besaran dari Timor Timur, beliau hadir membantu warga. Beliau juga memperkenalkan padi hibrida untuk warga saya di Tasifeto Timur. Di mata saya, beliau pemimpin solutif dan punya kemampuan untuk memajukan NTT,” kata Marsel Mau Meta, Kepala Bagian Keuangan Setda Belu, saat kami minum air putih di Atambua sebelum saya lanjutkan perjalanan ke Besikama.

Lamalera tentu tak asing bagi Gubernur Viktor Laiskodat. Kampung nelayan ini merupakan salah satu destinasi wisata yang sudah sangat terkenal di seluruh belahan dunia. Desa di beranda Laut Sawu ini selain kesohor dengan lefa, tradisi perburuan paus, mamalia laut, juga gudang para misionaris dan intelektual yang tak hanya menyebar dalam negeri tapi hingga ujung bumi manapun. Prof Dr Gregorius Perawin (Gorys) Keraf, ahli Tata Bahasa Indonesia dan Guru Besar Universitas Indonesia berasal dari kampung mungil di atas bongkahan batu-batu raksasa di bibir pantai eksotik itu. NTT pun tahu, salah satu tokoh perintis media di NTT Pastor Alex Beding SVD (98 tahun) adalah anak nelayan. Sejumlah akademisi dan wartawan juga datang dari kampung nelayan. Sebut saja Dr Alex Sony Keraf, dosen Unika Atma Jaya Jakarta & mantan Menteri Lingkungan Hidup RI; dosen Undana Kupang Dr Mance Dasion & Ignas Sinu Bataona; akademisi Unika Widya Mandira Kupang Mikhael Rajamuda Bataona; dosen sejumlah perguruan tinggi di Jakarta Dr Jakobus Blikololong & Dr Ignas Bataona SH; sejumlah wartawan seperti Marcel Beding, Mikhael Blido Beding, Sesilindah Indah Lestari Beding, Bosko Blikololong, Hilarius Laba Blikololong, Valentino Blilololong, Jos Diaz Beraona, Christo Todoboli Korohama, dan puluhan misionaris Katolik yang menyebar di hampir lima benua di dunia.

Sejak kanak-kanak sebagian besar anak-anak nelayan Lamalera ini bertarung waktu berjalan kaki dari kampung halaman menuju Lewoleba atau Larantuka di Flores Timur bermodal bekal yang dibungkus di serbet untuk melanjutkan sekolah atau kuliah. Selain mengarungi ganasnya laut, pilihan lain adalah berjalan kaki melewati hutan dan perkampungan menuju Lewoleba atau Larantuka bahkan kota-kota lain di seluruh Indonesia. Menyebut nama Josef Pandai Bataona, kapten kapal terkenal atau Josef Bura Bataona, motivator terkenal dan mantan petinggi PT Unilever Indonesia adalah sebagian dari anak-anak kampung dari desa nelayan Lamalera. “Lamalera is a beautiful touris destination. I have just vistited Lamalera yesterday. May be I will visit again when I have job in Jakarta,” kata Thilo Boss, seorang turis dari Jerman saat ngobrol bareng di Bandara Wunopito dalam perjalanan ke Kupang dengan Susi Air. “Saat Pak Josef Nae Soi kampanye di Boto pada Pilgub 2018 lalu, kami usulkan agar ruas jalan Lewoleba-Lamalera dibangun dengan APBD NTT. Puji Tuhan. Pak Viktor Laiskodat dan Pak Jos Nae Soi dipercaya rakyat NTT. Kami berharap agar beliau berdua merealisasikan janji kampanyenya,” kata Fredy Mudaj, mantan Kepala Desa Belabaja yang mendampingi Pak Jos Nae Soi saat kampanye di halaman rumah Paterus Dua Mudaj di dusun Kluang. “Ibu Pak Jos Nae Soi menelpon saya untuk singgah di rumah untuk kembalikan piring dan sendok berisi ubi kayu dan daun pepaya. Saya bilang setelah dilantik baru piring dan sendok kami dikembalikan. Kami akan setia menunggu janji Pak Jos kepada warga Boto. Tapi paling utama bangun jalan Lewoleba ke Lamalera. Itu sudah lebih dari cukup,” kata Fredi Mudaj.

Viktor Laiskodat adalah anak petani tulen dari kampung Tubululin. Kegetiran hidup di masa kecil di Pulau Semau dan Kupang tentu masih membekas selama ia merantau dan menjadi orang sukses di Jakarta. Mayoritas masyarakat NTT memilihnya menjadi Gubernur menggantikan Frans Lebu Raya. Perjalanan penuh tantangan dari Mingar melewati rute Mingar-Lewopenutung hingga Lamalera tentu membawa kesan tersendiri. Lembata masih tertinggal jauh dari aspek ketersediaan jalan untuk membantu mobilitas barang dan orang dari kampung-kampung ke Lewoleba, kota Kabupaten Lembata. Siapa sosok Laiskodat, ini catatan saya tatkala mendampingi beliau kampanye Pilgub 2018 lalu. Berikut catatan saya.

Viktor Laiskodat: Kisah Baju Jelek Dibandingkan Serbet

Pengalaman sekolah dan perjuangan Cagub Viktor Bungtilu Laiskodat selama remaja hingga sukses sebagai politisi dan pengusaha, penuh lika liku. Pernah jadi kuli gali lubang resapan air di Belo. Viktor yang berpasangan dengan calon wakil gubernur Josef A Nae Soi, mantan anggota DPR dua periode dan staf khusus Menteri Hukum dan HAM RI, ini juga menanam bawang untuk menambah uang saku. Pernah diledek karena bajunya lebih jelek dibandingkan serbet.

CORNALIA Wila Here (54) mengusap air matanya. Ia membetulkan posisi kursi plastik dan mempersilahkan penulis dan Johny Tengkere (Jete) duduk, saat kami menyambangi rumahnya di Jl Lapangan Tembak, Nunbaun Sabu, Kupang, pekan lalu. Warga Kelurahan Nunbaun Sabu, Kecamatan Alak, Kupang, itu terharu mengingat pengalaman bersama sahabatnya, Viktor Bungtilu Laiskodat, saat menimbah ilmu di bangku sekolah menengah pertama di Kupang.

Ibu Kuji –sapaan akrabnya– tak pernah menyangka, beberapa dari sahabat karibnya di masa sekolah, adalah orang-orang yang terbilang sukses di bidangnya. Sebut saja Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI Viktor Bungtilu Laiskodat, Ketua Umum Pertina 2016-2020 Brigjen Pol Drs Johny Asadoma, dan manan Rektor Universitas PGRI NTT Samuel Haning, dan lain-lain.

“Sebelum Pak Veki dan beberapa anggota keluarga pergi mengunjungi ibunya di Semau, beliau masih sempatkan diri ke rumah saya. Tiba-tiba beliau sudah di depan rumah saya. Saya bingung karena ada beberapa mobil parkir berderet di jalan depan rumah saya. Setelah saya lihat mukanya lama-lama, saya baru sadar kalau teman sekolah dulu. Saat itu saya menangis,” ujar Ibu Kuji didamping suaminya, Yosua A Huru (69), ibu kandung, dan anak-anaknya saat ditemui di rumahnya, Nunbaun Sabu.

Cerita serbet

Pengalaman saat masih menimbah ilmu bersama sahabatnya, Veki, di sekolah menengah pertama di Kupang tahun 1970-an, masih membekas dalam dinding memory Ibu Kuji. Nyaris setiap hari kadang Veki tak pernah memakai sepatu. Beju seragam sekolah, disisip di belakang baju kaos. Bukunya pun hanya dimasukkan di saku belakang celana seragamnya.

“Satu waktu Veki masuk sekolah. Dia hanya pake kaos yang kusut-kusut. Baju seragam disimpan dalam kaos dan ditaro di punggung.`Ada guru yang marah dengan penampilan Veki. Dia bilang, ‘Lu pu baju kaos itu jelek sekali. Beta punya serbet di rumah mangkali lebih bagus dari lu pu kaos itu’. Tapi, Veki cuek saja mendengar kata-kata itu. Peristiwa ini buat beta susah lupa. Tapi, kita kan sonde tau nasib orang. Hanya Tuhan saja yang tahu,” kata Kuji sembari mengusap matanya yang nampak sembab.

Menurut Lurah Oepura, Kota Kupang periode 1990-2005, Nomensen Muni, Viktor Bungtilu Laiskodat adalah tipikal pekerja keras. Beliau juga seorang yang cerdas dan tegas. Usai menyelesaikan sekolahnya di SMA PGRI Kupang tahun 1985, Viktor Laiskodat masih menyempatkan diri mencari uang sendiri dengan bekerja serabutan sebagai buruh kasar.

”Beliau pergi ke Belo, arah ke Sikumana. Di Belo dia gali lobang untuk tempat jebakan atau resapan air. Beliau juga pernah tanam bawang di kampung Noekele, Desa Tuatuka, Kupang Timur. Hasilnya dia jual untuk keperluan sehari-hari,” ujar Nomensen, yang menjadi induk semang Viktor Laiskodat selama Viktor sekolah SMA di Kota Kupang.

Menurut Nomensen, selama menjabat Lurah Oepura, Viktor Laiskodat juga masih menggeluti aktivitasnya sebagai penggali lobang untuk resapan air. Tak lama berselang, Viktor Laiskodat menghilang entah kemana. Namun, suatu waktu ada beberapa staf kelurahan menyampaikan bahwa Viktor Laiskodat sudah berangkat untuk merantau di Jakarta. Ada surat keterangan jalan dari Lurah Oepura.

“Saya tanya ke suami, kenapa ade Veki (Viktor Laiskodat) berangkat ke Jakarta Lurah sonde tahu. Rupanya saat itu di atas meja banyak surat sehingga suami tak ingat pasti. Tahu-tahu, ade Veki sudah di Jakarta. Kami hanya dengar dia kasi kabar bahwa dia sudah lulus kuliah dan mau kerja,” kata Ny Nomensen.

Bersinar

Boleh jadi, berkat doa kedua orangtuanya di Tubululin dan dukungan keluarga dan semangat kerja yang pantang menyerah, karier suami Julie Sutrisno Laiskodat ini terus bersinar. Anak kampung dari Tubululin ini terus mengukir prestasi gemilang di Jakarta. Usai menyelesaikan kuliahnya di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STIH) Jakarta, ia membangun firma hukum, Viktor B Laiskodat Law Firm, Jakarta.

Viktor, politisi kelahiran Oenesu, 17 Februari 1965 ini pernah menjabat anggota DPR RI masa tugas 2004-2009 Partai Golkar. Ia juga tercatat sebagai salah seorang inisiator Ormas Nasional Demokrat, cikal bakal Partai NasDem, yang mengusung Gerakan Perubahan Restorasi Indonesia.

Setelah maju dalam bursa Pileg 2014 melalui Partai NasDem, ia akhirnya melangkah ke Senayan bersama Johnny G Plate. Viktor Laiskodat didapuk langsung sebagai Ketua Fraksi NasDem DPR RI oleh Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh. Sedang koleganya, Johnny Plate, mendapat kepercayaan sebagai Sekretaris Jenderal Partai NasDem sekaligus Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI.

Pada Pileg 2014, Viktor terpilih menjadi anggota DPR RI setelah mengumpulkan 77.555 suara dari Daerah Pemilihan Nusa Tenggara Timur 2 (Dapil NTT 2). Dapil ini meliputi 10 kabupaten masing-masing Belu, Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Sabu Raijua, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, Sumba Timur, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, dan Kota Kupang.

Saat ini, selain sebagai Ketua Fraksi NasDem, ia juga duduk di Komisi I yang membidangi pertahanan, intelijen, luar negeri, komunikasi dan informatika. Pada Pemilihan Presiden 2014, ia dipercaya sebagai Badan Pemenangan Pilpres Calon Presiden-Wakil Presiden yang mengantar Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden. (Ansel Deri & Jos Diaz Beraona / bagian 2)

 

Jakarta, 28 Juli 2018
Oleh: Ansel Deri

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *