RADARNTT, Labuan Bajo – Sidang kasus sengketa tanah antara Ir.Hugeng melawan Pati Tami dengan agenda pembacaan putusan pengadilan akan digelar di Pengadilan Negeri Labuan Bajo pada, Senin (26/3/2018). Hal tersebut disampaikan Ir. Hugeng Syatriadi sebagai penggugat saat di konfirmasi pada, Minggu (25/3). Tanah yang sedang sengketa tersebut terletak di Nanga Panda, Desa Macang Tanggar, Kec. Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.
Hugeng menjelaskan, tanah tersebut dibelinya dari 16 orang warga kampung menjaga pada, 16 Juni Tahun 1996 lalu. Tanah ini merupakan tanah ulayat kampung Menjaga bukan milik orang Nanga Nae. Berikut kronologis kepemilikan tanah dari Ir. Hugeng Syatriadi.
Bahwa Ir. Hugeng tanggal 16 Juni 1996 membeli sebidang tanah dari H. Mustafa Suleman, Idris, Rasid, Selasa, Ibrahim, Tarsik, Amat Ishaka, Nasrulah, Berhima, Abdulrahman, Nasru, Ihsan, Safring, Abdulah, Alo Ampung, dan Usman Mustaji. Sementara yang mewakili 16 orang warga kampung Menjaga yang namanya disebutkan di atas sesuai dangan surat kuasa yang ada adalah Bapak H. Mustafa Suleman. Tanah yang dijual tersebut terletak di Nanga Pandang, Desa Macang Tanggar, Kec. Komodo, Kabupaten Manggarai Barat adalah sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan tanah milik Ir. Hugeng Syatriadi (Penggugat). Sebelah Timur berbatasan dengan Kali Nanga Bido. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kali Nanga Bido. Dan Sebelah Barat berbatasan dengan Kali Nenga Nepa dengan Luas /kurang Lebih 200.000 M2.
Dalam berkas perkara yang dibuat menyebutkan pembelian tanah sebagaimana disebutkan di atas oleh Ir.Hugeng Syatriadi berawal dari adanya keberatan deri Warga Adat Kampung Menjaga (T, ua Golo Menjaga Bapak Yusuf Umar dan H. Mustafa Sulemen dkk) terhadap penjualan tanah yang dilakukan oleh warga Kampung Nanga Nae atas nama Jufri Usman, Mustaji, Jafa Ami, Rahing, Armin Bahali, Uwi Ismail, Abdyl Azis Adong, H. Abu Bakar Musa dan Muhamad Sidik. Tanah-tanah yang dijual oleh Warga Kampung Nanga Nae adalah tanah yang terdapat dalam wilayah sebagaimana yang disebutkan diatas atau dengan perkataan lain tanah yang dijual oleh Warga kampung Nanga Nae masih bagian atau masih satu kesatuan dangan tanah yang dijual oleh Bapak H. Mustafa Suleman yang batas batasnya seperti yang dikutip di atas.
Pembelian tanah dengan luas 200.000 M2 dengan batas batas yang telah disebutkan di atas oleh Ir. Hugeng Syatriadi melakukan pembayaran dua kali atau membeli kembali tenah seluas tersebut dari Warga kampung Menjaga adalah terjadi pada saat mediasi yang dilakukan oleh Camat Komodo pada tahun 1995 yang dihadiri oleh Tua Golo Kampung Nanga Nse atas nama Uwi Ismail dan Tua Golo Kampung Menjaga atas name Yusuf Umar. Kepala Desa Macang Tanggar dan beberepa tokoh masyarakat dari Kampung Nanga Nae dan Kampung Menjaga.
Dalam mediasi tersebut Camat Komodo Drs. Yos Vins Ndahur meminta Ir. Hugeng untuk membayar kembeli kepada Warga Menjaga. dan lr, Hugeng pun menyetujui permintaan tersebut.
Berdasarkan kesepakatan tersebut maka selanjutnya pada tahun 1996 Ir. Hugeng Syatriadi mambeli dan melakukan pembayaran lagi kepada 16 (enam belas) warga Kampung Menjaga.
Permasalahan mulai muncul sejak Mei tahun 2015 lalu tiba-tiba Pati Tami warga kampung Nanga Nae tiba-tiba mengklaim tanah tersebut adalah miliknya. Padahal kenyataannya tanah tersebut tidak berada dalam ulayat atau kampung adat Nanga Nae melainkan ulayat atau kampung adat Menjaga. Dan sebagaimana hasil mediasi tahun 1995 bahwa tanah tersebut merupakan tanah adat kampung Menjaga.
Bahkan mantan Kepala Desa Macang Tanggar, Haji Mustafa Soeleman juga pernah menegaskan bahwa tanah seluas empat hektar lebih yang berlokasi di Gunung Putih sesungguhnya sudah menjadi milik Ir. Hugeng Syatriadi. (Itu milik pak hugeng, saya tahu itu dia (Hugeng) sudah membelinya sejak lama,” ujarnya saat dihubungi pada, Sabtu (24/3/2018).
Menurutnya, Hugeng membeli tanah tersebut pada tahun 1994/1995 dari Ulayat Menjaga dengan harga tuju juta rupia (7.000.000,00) pada jaman itu. (Pa Hugeng beli tanah itu dari orang menjaga. Dan penjualnya atas nama saya,” ujarnya.
Mustafa Soeleman yang menjabat sebagai kepala desa pada saat itu menegaskan bahwa tanah tersebut berada dalam ulayat menjaga (tanah adat). Karena itu ia mengaku heran dengan sikap Pati Tani yang mengklaim sebagai pemilik tanah tersebht. “Jadi Pati Tani ini bukan orang menjaga. Dia orang Nanga Nae. Tidak berhak mengklaim tanah tersebut. Karena tanah itu, milik orang menjaga,” ujarnya.
Ia menambahkan, saat ini dirinya sedang menjadi saksi di Pengadilan Labuan Bajo dalam sidang kasus perdata Ir. Hugeng melawan Pati Tani. “Saya jadi saksi karena saya kepala desa waktu itu dan atas nama saya yang menjual tanah itu ke Pa Hugeng,” ujarnya.
Jika sebelumnya, Amir dan kawan kawan (warga Nanga Nae) mengklaim tanah milik Ir. Hugeng di Nanga Bido, Desa Macang Tanggar, Kec. Komodo, dan Hugeng seudah menang di Pn Labuan Bajo, Pengadilan Tinggi Kupang, dan Mahkama Agung. (Rio /RN)
Komentar