RADARNTT, Oelamasi – Kapolres Kupang AKBP FX Irwan Arianto, S.I.K, M.H kembali menjadi penengah mediasi antara warga terdampak pembagunan Bendungan Tefmo Manikin dengan pihak Balai Wilayah Sungai serta pihak terkait didalamnya.
Kapolres Kupang turut hadir dan ikut menyaksikan penandatanganan Berita Acara Hasil Kesepakatan bersama antara masyarakat Desa Bokong dan Desa Baumata Timur dengan pihak Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II serta pihak yang terkait dalam proses pembagunan Bendungan Tefmo Manikin.
Hal ini terjadi lantaran sudah hampir tiga tahun pembangunan bendungan ini mogok total karena tidak ada jalan keluar yang ditempuh antara warga masyarakat dengan pihak-pihak terkait dalam proses pembangunan bendungan tersebut.
Sejak menjabat tugas sebagai Kapolres Kupang per Pebruari 2022 yang lalu, Kapolres Irwan getol mengurai benang kusut macetnya pembangunan bendugan tersebut. Tak kenal lelah beliau mendatangi kelompok warga yang terdampak tanpa mengenal suku agama dan ras.
Usaha demi usaha, akhirnya menemukan jalan keluar dan hari Jumat (24/6/2022) kedua belah pihak bersepakat dan menandatangani berita acara kesepakatan. Secara sukarela dan tanpa ada paksaan serta intimidasi dari pihak manapun, kedua belah pihak menyanggupi semua persyaratan yang tertuang dalam berita acara tersebut.
Segala kompensasi yang tertuang dalam berita acara tersebut secara transparan wajib dilakukkan mulai dari ganti untung, pembukaan pemblokiran akses keluar masuk bendungan dan segera merelokasi warga yang pemukimannya tergenang air beserta fasilitas didalamnya, serta mengidentifikasi lahan warga yang terdampak pembangunan bendungan.
Patut diacungi jempol atas itikad baik Kapolres Kupang yang sudah menyiapkan ruang dan waktu untuk melakukan mediasi kelompok kedua belah pihak.
Ia meminta kedua belah pihak wajib mendukung kelancaran proses pembangunan demi kesejahteraan bersama.
“Semua pihak wajib mendukung kelancaran proses pembangunan,” harapnya, dilansir tribratanewskupang.com.
Kapolres mengharapkan segala proses terkait pembangunan bendungan Tefmo Manikin dilakukan secara transparan melalui posko pengaduan yang akan dibentuk.
“Semua kompensasi harus dilakukan secara transparan melalui posko pengaduan,” tambahnya.
Kapolres Kupang menyarankan agar warga terdampak pembangunan bendungan bersama pihak terkait dalam pembangunan wajib melakukan ritual adat, sesuai dengan adat istiadat setempat.
Setelah penandatangan berita acara kesepakatan, Kapolres Kupang bersama Kepala Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II Agus Sosiawan, menyaksikan langsung seremonial adat memohon restu para leluhur agar proses pembangunan berjalan lancar tanpa hambatan.
Seusai prosesi adat dan pendatanganan berita acara kesepakatan, secara resmi proses pembangunan dilanjutkan kembali.
Kepala Divisi Advokasi dan Kajian Hukum Lingkungan WALHI NTT, Umbu Tamu Ridi, SH,MH, menilai pembangunan bendungan Tefmo Manikin dari awal sudah bermasalah, saat rapat komisi penilai AMDAL di hotel Neo Aston banyak masyarakat menolak, terutama masyarakat Desa Kuaklalo yang mana tanah-tanah masyarakat di sana diklaim sebagai kawasan hutan dan hendak dialihkan menjadi wilayah perluasan pembangunan bendungan.
“Kami telah menyampaikan beberapa penegasan penting soal rencana relokasi rumah warga dan beberapa makam yang dahulunya ingin dipindahkan, Negara harus menghargai peradaban masyarakat dan tidak boleh ada indikasi pemaksaan apalagi bias Hak Asasi Manusia,” tegasnya.
Umbu Ridi menekankan bahwa tidak hanya bicara soal ganti rugi atau ganti untung, tetapi perlu mempertimbangkan masa depan rakyat yang direlokasi atau berdampak secara langsung dari pembangunan bendungan ini.
Menurutnya, Kapolres Kupang hanya pada posisi mengamankan apabila ada tindak pidana, sedangkan ini polemik pengakuan negara terhadap kememilikan lahan masyarakat, dan bagaimana posisi negara menghormati itu.
“Kami berharap pihak kepolisian tidak mengambil alih untuk proses yang sangat substansi terkait urgensi kepemilikan lahan, sama halnya di Bendungan Lambo yang mana kepolisian diduga terlibat dalam melakukan pemaksaan untuk menerima pembangunan tersebut,” tegas Umbu Ridi.
WALHI meminta Polisi obyektif, kata Umbu Ridi, jangan melakukan pemaksaan terhadap rakyat. Polisi tidak bisa main sendiri, ini masalah complicated (rumit), banyak unsur berkepentingan di sana.
“Dan tidak punya kewenangan apapun selain pengamanan,” tegas Umbu Ridi. (TIM/RN)
Komentar