RADARNTT, Kupang – Fraksi Partai NasDem DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menilai Penjabat Gubernur NTT tampak ambigu terkait kebijakan mengenakan pakaian tenun dan adat bagi ASN di daerah itu. Padahal kebijakan itu tersirat makna ikut memuliakan perempuan penenun dan mewarisi nilai kearifan lokal.
“Kami minta ketegasan terkait kepeduliaan Saudara Penjabat dan Pemerintah Provinsi terhadap Perempuan-perempuan penenun NTT, yang tampak ambigu, karena ketidakpastian sikap dan ketidakjelasan visi keberpihakan yang nyata,” tegas Juru Bicara Fraksi NasDem, John Elpi Parera dalam pembacaan pendapatan akhir terhadap Rancangan APBD Provinsi NTT tahun anggaran 2024, saat sidang Paripurna, Selasa (14/11/2023).
Menurut Fraksi NasDem, kebijakan Gubernur periode 2018 – 2023 mengharuskan ASN pada lingkup Pemerintah Provinsi (bahkan diikuti oleh kabupaten/kota di NTT) untuk mengenakan Pakain Tenun dan Adat NTT, pada hari-hari yang sudah ditentukan; namun begitu hadirnya Saudara Penjabat sejak 5 September 2023 sampai hari ini, kebijakan ini tampak tidak jelas.
“Awalnya beredar berita bahwa dicabut, tetapi ketika diminta konfirmasi saat kunjungan Saudara Penjabat di Kantor DPRD dalam jamuan kebersamaan, Saudara Penjabat dengan tegas menjawab tidak dicabut dan masih tetap berjalan. Tetapi, fakta berbicara lain. Ketika RDP DPRD dengan Saudara Penjabat, barusan, juga diangkat, tetap dengan jawaban yang sama. Tetapi tampak tidak jelas. De jure, tidak dicabut, tetapi de facto tidak dipeduli,” tegasnya.
Karena itu, Fraksi NasDem meminta ketegasan Saudara Penjabat Gubernur NTT terkait hal ini.
“Pertanyaan publik sederhana saja: apakah yang dilakukan Gubernur sebelumnya SALAH secara aturan, sehingga tidak dilanjutkan? Atau secara moral-etik, apakah yang dilakukan melalui kebijakan itu MELUKAI HATI DAN HARGA DIRI PEREMPUAN-PEREMPUAN PENENUN NTT, sehingga tidak dipedulikan sekarang?,” tandas Elpi Parera.
Padahal, lanjut Elpi Parera, kebijakan Gubernur sebelumnya itu adalah sebuah terobosan, sebagai sikap progresif melampuai uturan normatif (jika beralasan tidak ada aturan di atas-nya); dan terobosan ini dilakukan demi mengangkat harga diri Perempuan-Perempuan Penenun NTT yang hebat, yang meneruskan karya intelektual yang diwariskan Leluhur NTT.
“Kebijakan itu juga adalah bentuk nyata keberpihakan dan SIMBOL KOMITMEN untuk mendorong kemajuan dan sekaligus melindungi ratusan motif tenun NTT, yang diperjuangkan mendapatkan hak paten; selain dampak ekonomi yang riil dirasakan dan terus digeliatkan,” tegas Elpi Parera.
Perempuan-perempuan penenun NTT, dan tentunya semua Warga NTT, pasti bangga ketika melihat Presiden Jokowi yang kerap kali mengenakan Pakaian Tenun dan Adat NTT. Lebih bangga lagi, ketika acara Asian Summit yang diselenggarakan di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, Presiden Negara-negara peserta yang hadir, semuanya mengenakan Jas motif Tenun NTT.
“Akan tetapi, Saudara Penjabat dan Pemerintah Provinsi terkesan mengabaikan ‘keringat’ dari perempuan-perempuan hebat ini?,” ujarnya.
Terkesan tanpa alasan mendasar untuk meniadakan kebijakan yang berpihak kepada kearifan lokal dan budaya luhur masyarakat NTT.
“Kalau ada alasan lain untuk meniadakan, nyatakan secara tegas dalam regulasi dan tidakan. Jangan ambigu!,” pungkas Elpi Parera.
Ketika dikonfirmasi terpisah Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTT, Kosmas Damianus Lana belum merespons pesan yang dikirim via whatsapp terkait hal yang disoroti fraksi NasDem.
Dilansir kompas.com, menurut proses produksinya, kain tenun NTT dibagi dalam beberapa jenis, yaitu tenun buna, tenun ikat, dan tenun lotis atau sotis atau songket.
Tenun ikat adalah kain tenun yang proses pembuatan motif dilakukan dengan cara pengikatan benang.
Dalam tenun NTT, benang lungsi yang akan diikat untuk menghasilkan motif tertentu.
Benang lungsi adalah benang yang memanjang ke arah kain, sedangkan benang pakan adalah benang yang melintang ke arah lebar kain.
Tenun buna adalah menenun untuk membuat corak atau motif pada kain dengan menggunakan benang yang sudah diwarnai terlebih dahulu, sehingga menghasilkan motif yang indah.
Umumnya para pengrajin menggunakan pewarna alami dari kunyit, mengkudu, tauk, dan tanaman lainnya. Namun saat ini, banyak pengrajin yang menggunakan pewarna kimia, karena mempercepat proses pengerjaan, tahan luntur, tahan gosok, dan warnanya beragam. (TIM/RN)
Komentar