RADARNTT, Kupang – SANDU SANGGU, sebuah istilah yang bersumber dari bahasa Rote yang menggabungkan kata “Sandu,” yang merujuk pada getaran, dengan “Sanggu,” yang berarti badai. Interpretasi sederhana dari istilah ini mencerminkan getaran yang menghasilkan badai.
“Pameran Seni Media SANDU SANGGU merupakan sebuah perjalanan eksplorasi terhadap tiga konsep yang sangat terkait dengan alat musik Sasandu,” jelas Kurator pameran, Ifana Tungga dalam keterangan pers, yang diterima media ini, Sabtu (18/11/2023)
Pameran ini menggali kisah Sasandu yang erat hubungannya dengan Sangguana Nalle. Di antara para penggemar Sasandu, terdapat berbagai versi mengenai asal-usulnya, dan SANDU SANGGU memilih narasi Sangguana sebagai titik pusat perbincangan.
Sangguana Nalle, sosok terkenal dari Rote Thie, muncul dalam beragam cerita mengenai penciptaan Sasandu. Meskipun terdapat variasi dalam kisah-kisah tersebut, semuanya memiliki titik temu pada Sangguana sebagai sosok penting dalam cerita asal mula sasandu dan kehadirannya di Pulau Ndana.
Sejarawan Matheos Viktor Messakh mengaitkan beragam versi cerita ini dengan sejarah banyaknya nusak di Rote, yang menghasilkan cerita-cerita yang berbeda terkait dengan produk budayanya, termasuk Sasandu.
Perjalanan Sasandu dari Rote ke berbagai tempat, termasuk Kupang, Jawa, dan bahkan panggung-panggung internasional, menjadi simbol dari warisan musik tradisional Indonesia. Menyesuaikan dengan bunyi gong Rote, Sasandu menyesuaikan lima nada dasar gong ke senar alat musiknya. Perjalanan evolusi dari Sasandu Gong hingga Sasandu Elektrik mencerminkan perjumpaan dengan berbagai budaya dan bahan, mengubah bentuk Sasandu namun tetap mempertahankan esensi akar budaya Rote.
Transformasi Sasandu mencerminkan narasi asal-usulnya. Awalnya diikat dengan serat daun lontar, Sasandu berkembang melalui pertemuan dengan budaya yang berbeda. Perubahan ini, sejalan dengan cerita asal-usulnya, mengeksplorasi adaptasi Sasandu terhadap kebutuhan modern sambil mempertahankan esensi budaya Rote.
“Pameran SANDU SANGGU adalah bagian dari program XPLORE: New Media Art Incubation bertema Curating After New Media yang diselenggarakan oleh Arcolabs dengan dukungan Goethe-Institut Indonesia. Penyelenggaraan pameran didukung oleh SkolMus | Multimedia Untuk Semua, de Museum Cafe JKK, dan Timore Art Graffiti,” jelas Ifana Tungga.
Ifana Tungga menjabarkan tujuan pameran ini yaitu: Pertama, merekam dan memamerkan cerita asal-usul Sasandu yang dikenal luas namun tersembunyi.
Kedua, mendorong diskusi seputar Sasandu dan isu-isu sosial terkait.
Ketiga, membuka interaksi publik dengan produk budaya lokal.
Keempat, eksperimen dengan produk budaya lokal dalam seni media.
Pameran ini akan menampilkan karya-karya dari seniman dan kolaborator muda NTT seperti, Felzip Pandie sebagai Ilustrasi Digital dan Animasi, Vickram Sombu selaku Fotografi, Lif Haning sebagai Instalasi Audio, dan Kolaborator Agri Oematan (Programmer)
Pameran SANDU SANGGU akan diselenggarakan di de Museum Cafe Jemaat Kota Kupang (bekas gedung Asisten Residen, di samping Gedung Kebaktian Jemaat Kota Kupang)
mulai 21 hingga 25 November 2023, pukul 17.00-21.00 WITA.
Ifana Tungga mengajak masyarakat Kota Kupang dan sekitarnya bisa mengambil bagian dalam pameran tersebut sebagai wujud kepedulian terhadap upaya mewarisi alat musik tradisional. (TIM/RN)
Komentar