oleh

Stop Kriminalisasi Korban Penyebaran Konten Intim Non Konsensual

-News-77 views

RADARNTT, Jakarta – Lintas Feminis Jakarta menyayangkan laporan masyarakat terhadap artis RK korban penyebaran konten intim non konsensual ke pihak kepolisian. Upaya ini merupakan kriminalisasi terhadap korban kekerasan seksual online.

Dalam Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual, penyebaran konten intim non konsensual merupakan bentuk dari tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektronik. Sehingga sudah sepatutnya RK diperlakukan sebagai korban dan mendapatkan perlindungan sementara pelaku penyebaran ditindak sesuai peraturan perundang-undangan.

“Ini bukan kasus pertama, di mana korban malah dijadikan pelaku dalam kasus penyebaran konten intim non konsensual. Harusnya publik dan penegak hukum menyadari bahwa dalam kasus tersebarnya konten intim ada korban yang dilecehkan, direndahkan, dan dilanggar hak atas privasinya. Negara wajib memberikan perlindungan pada korban bukannya malah membiarkan korban dikriminalisasi atau disebar ulang kontennya,” ujar Naila Rizqi Zakiah, Manajer Advokasi Lintas Feminis Jakarta.

Pada banyak kasus penyebaran konten intim non konsensual, aparat penegak hukum justru melihat kasus ini sebagai pelanggaran kesusilaan sehingga korban justru dipidana. Pandangan ini selain keliru – secara hukum – juga berbahaya karena melanggengkan praktik “polisi moral” terhadap kasus-kasus kekerasan seksual di masyarakat.

“Nanti publik melihatnya dari kacamata moralitas, itu berbahaya, karena korban akan dapat penghukuman berlapis. Dosa masyarakat kita banyak loh terhadap korban ini,” Naila Rizqi Zakiah menambahkan.

Naila menambahkan bahwa dalam kasus ini, polisi harus menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Oleh karena itu jika terdapat laporan yang ditujukan untuk mempidana/menindak korban dengan menggunakan UU ITE, polisi dapat mengabaikan atau menolak aduan tersebut dan memperlakukan kasus ini sebagai kasus kekerasan seksual.

“Ini polisi punya kewenangan untuk menolak aduan dari masyarakat dan menggunakan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dalam menangani kasus ini. Jadi penanganannya bisa komprehensif, perlindungan korbannya ada, upaya penghapusan kontennya bisa dilakukan, dan pelaku bisa diadili,” tambah Naila.

Berdasarkan hal tersebut di atas, Lintas Feminis Jakarta mendorong agar dalam penanganan kasus penyebaran konten intim non konsensual yang dialami artis RK penegak hukum menggunakan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Selain itu, Lintas Feminis Jakarta juga mendorong agar: Pertama, Pihak kepolisian menolak laporan masyarakat terhadap korban RK dan menempatkan RK sebagai korban kekerasan seksual berbasis elektronik sebagaimana diatur dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual;

Kedua, Pihak kepolisian segera menyelidiki kasus penyebaran dan menangkap pelaku penyebaran konten intim non konsensual RK;

Ketiga, Publik berhenti menyebarkan video korban dan melaporkan konten intim non konsensual pada fitur aduan sosial media;

Keempat, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban memberikan perlindungan bagi korban RK; dan Pihak kepolisian bersama dengan platform sosial media segera mengambil tindakan untuk menghapus konten intim non konsensual korban.

Jika anda mengalami atau menyaksikan kekerasan berbasis gender dan seksual, anda dapat mengakses carilayanan.com untuk mencari layanan bantuan bagi korban kekerasan di wilayah terdekat.

Angka kekerasan berbasis gender online (KBGO) ternyata meningkat drastis sepanjang pandemi Covid-19. Dari semua jenis KBGO, penyebaran konten intim tanpa persetujuan menempati angka tertinggi.

Kasubdiv Digital Aat-RIsk Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Ellen Kusuma mengatakan kasus penyebaran konten intim meningkat nyaris 400 persen. (TIM/RN)

Komentar