Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meluncurkan hasil penelitiannya terhadap penerapan sistem Noken dalam Pilkada Papua yang diselenggarakan pada tahun 2017 dalam bentuk buku yang berjudul “Tambal Sulam Sistim Noken”.
Penelitian ini mendapat dukungan dari Global Affairs Canada (GAC) melalui International Foundation for Electoral Systems (IFES).
Acara peluncuran buku ini dimoderatori langsung oleh Kholil Pasaribu, peneliti dan penulis buku “Tambal Sulam Sistem Noken”, yang berlangsung di Jakarta pada Sabtu, 31 Maret 2018.
Pembicara utama acara ini antara lain Ilham Saputra, Komisioner KPU; Amirrudin Al Rahab, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM); Yanes Murib, Anggota DPD RI dapil Papua; dan Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perludem.
Buku ini merupakan buku kedua Perludem yang masih mengulas dinamika hukum dari sistem noken dan berbagai permasalahannya di tiap siklus pilkada dan pemilu.
Buku pertama fokus pada penerapan sistem noken di daerah yang melaksanakan Pilkada tahun 2015, sedangkan buku kedua memantau penerapan sistem noken di daerah-daerah yang Pilkada tahun 2017.
Sebagaimana diketahui, bahwa sistem noken mengalami proses legalisasi secara bertahap melalui sederetan Putusan MK sejak tahun 2009, khususnya Putusan MK No. 47-81/PHPU.A-VI/2009 yang memutus, “MK memahami dan menghargai nilai budaya yang hidup di kalangan masyarakat Papua yang khas dalam menyelenggarakan pemilihan melalui kesepakatan warga atau aklamasi. Pemaksaan terhadap sistem pemilihan yang umum digunakan secara nasional dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik di antara kelompok masyarakat setempat.”
Putusan MK ini kemudian ditindak lanjuti oleh KPU Papua dengan mengeluarkan Keputusan No. 01/Kpts/KPU Prov.030/2013 yang merinci pengaturan teknis sistem noken di lapangan.
Hanya saja, desain mekanis yang telah ditentukan dalam Keputusan KPU Papua sering tidak ditaati oleh penyelenggara di tingkat bawah dikarenakan aturan yang ada tersebut belum menjangkau kebutuhan pengaturan teknis secara keseluruhan, di antaranya: penentuan dan penjatahan perolehan suara bagi para pasangan calon yang dilakukan oleh kepala suku bersama warganya tidak direkam sebagai sebuah tahapan dalam Keputusan KPU; intervensi kepala suku yang cukup besar dan tidak terbatas pada proses pungut hitung, namun hingga menjangkau komposisi struktur KPPS, menentukan letak lokasi TPS, atau bahkan memindahkan kotak suara dari lokasinya; terdapat pemilih yang mencoblos langsung di TPS yang berlaku sistem noken; sisa surat suara yang tidak digunakan disepakati untuk dibagi-bagikan ke setiap calon kandidat secara noken pula dan terdapat suku-suku yang suaranya tidak terwakili karena dominasi suku tertentu sehingga menciptakan situasi ketidakberimbangan yang menjadi bibit konflik.
Di dalam buku ini Perludem menyampaikan beberapa rekomendasi kepada para pemangku kepentingan kepemiluan, terutama KPU RI antara lain: pentingnya sebuah program kerja yang terencana, terukur dan berkelanjutan guna mewujudkan transformasi sistem noken ke sistem nasional secara perlahan dan elegan, yang hadir berdasarkan keinginan masyarakat setempat dan tidak dipaksakan. Demi mengkonkritkan hal itu, maka dibutuhkan data-data yang terperinci dan valid.
Pertimbangannya harus menggunakan basis TPS, bukan basis kampung, distrik, atau kabupaten/kota. Sehingga angka-angka perubahannya dapat dikawal secara pasti. Program kerja tersebut tidak terbatas hanya rencana mengganti sistem pemungutan suara dari sistem noken ke sistem nasional, melainkan juga rencana pendidikan kepemiluan yang berorientasi pada paradigma demokrasi yang universal dan menghargai hak-hak individu masyarakat.
Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Amirrudin Al Rahab dalam kata pengantar di buku ini menyebutkan “dari perspektif pemilih, sistem noken sebenarnya dapat dikatakan turut menyelamatkan suara pemilih, hanya caranya berbeda. Jika cara noken dirasa tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kepemiluan yang berlaku umum, lantas apakah ada cara lain yang dapat digunakan untuk menyelamatkan suara warga di Papua di Pegunungan Tengah?
“Pertanyaan ini hanya dapat dijawab dengan melihat sejauh mana infrastruktur kepemiluannya. Yang pasti, kondisinya jauh berbeda dengan masyarakat di Pulau Jawa. Infrastruktur pemilunya tersedia dengan baik, penduduknya berkumpul agak rapat, transportasi juga tersedia dengan baik dan lancar. Situasi ini berkebalikan dengan yang ada di Papua. Sehingga mengubah sistem noken ke sistem nasional harus dengan kesiapan yang memadai.”
Secara umum, Perludem menilai bahwa perbaikan tata aturan sistem noken akan berdampak konkrit dan signifikan terhadap kualitas proses penyelenggaraan pilkada di Papua secara menyeluruh. Bahkan diyakini dapat meminimalisir konflik horizontal sejauh prosesnya dilaksanakan secara transparan dan netral.
Oleh karena itu, pendekatannya harus pada mekanisme teknis pelaksanaan, bimbingan teknis bagi penyelenggara, serta pendidikan pemilih yang intensif dan berkelanjutan.
Buku ini penting dimiliki oleh para pengambil kebijakan seperti pemerintah maupun anggota legislatif baik yang ada di pusat maupun di daerah, bagi penyelenggara pemilu, bagi institusi akademik maupun organisasi masyarakat sipil yang berkepentingan dalam mendalami atau mengawal demokrasi noken, karena data yang tersaji di dalamnya sangat bermanfaat bagi perbaikan penyelenggaraan Pilkada di Papua pada bulan Juni 2018 dan Pemilu pada tahun 2019 yang mana di beberapa daerah tersebut masih akan menerapkan sistem Noken.
Penulis adalah Direktur Eksekutif Perludem
Komentar