RADARNTT, Denpasar – Pertemuan Tingkat Menteri Kelompok Kerja Pertanian G20 atau Agriculture Ministers Meeting (AMM) resmi dibuka. Saat membuka pertemuan tersebut secara resmi, Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL), menegaskan bahwa persoalan pangan adalah persoalan Human Rights (hak asasi manusia).
“Persoalan tentang pangan adalah persoalan yang berkaitan dengan Human Rights, Kehadiran seluruh delegasi di sini menunjukkan komitmen kita semua untuk mengatasi ancaman krisis pangan global dan dukungan penuh kepada Presidensi G20 Indonesia,” ungkap Syahrul di Jimbaran, Bali.
Tantangan global saat ini, mulai dari krisis perubahan iklim, pandemi Covid-19, serta diperparah oleh eskalasi ketegangan geopolitik di berbagai belahan dunia, ungkap Syahrul, menuntut gerakan dan komitmen bersama seluruh negara-negara G20 untuk mengambil tindakan segera mendorong percepatan transformasi sistem pertanian dan pangan.
“Kita harus melakukan tindakan segera dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang, untuk mendorong percepatan transformasi sistem pertanian dan pangan menjadi lebih efisien, inklusif, tangguh, dan berkelanjutan serta memastikan produksi pangan, gizi, dan lingkungan yang lebih baik, tidak ada yang terlewatkan dan tertinggal” jelas Syahrul.
Ia melanjutkan bahwa pertemuan ini akan fokus mendiskusikan tiga isu prioritas yang pertama adalah Mempromosikan Sistem Pertanian dan Pangan yang Tangguh dan Berkelanjutan. Kedua Mempromosikan Perdagangan Pertanian yang Terbuka, Adil, Dapat Diprediksi, Transparan, dan Non-Diskriminatif untuk Memastikan Ketersediaan dan Keterjangkauan Pangan untuk Semua;.
“Dan yang terakhir adalah kewirausahaan Pertanian Inovatif melalui Pertanian Digital untuk Meningkatkan Penghidupan Petani di Pedesaan,” rinci Syahrul dalam pertemuan yang dihadiri 19 negara dan Uni Eropa hadir lengkap.
Ketiga isu prioritas tersebut, lanjut Syahrul akan mudah terealisasi apabila semua negara G20 berkomitmen untuk bergerak bersama.
“Kolaborasi adalah kunci untuk mengatasi tantangan saat ini dan di masa datang, kami yakin, hanya dengan kolaborasi dan sinergi yang erat kita dapat mewujudkan Recover Together, Recover Stronger,” tutup Syahrul.
Sebelumnya, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Abdul Wahid menegaskan pangan adalah hak asasi manusia. Oleh sebab itu, ia meminta pemerintah untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan (UU Pangan), termasuk di antaranya mendirikan badan yang menangani pangan. Badan ini diharapkan nantinya dapat mewujudkan kedaulatan dan ketahanan pangan nasional.
“Karena manusia tidak bisa hidup kalau tanpa pangan. Jadi kebutuhan pangan itu menjadi esensi dalam kehidupan apalagi di Indonesia. Oleh karena itu, di sini hanya dua pilihannya, pemerintah melaksanakan Undang-Undang Pangan ini atau pemerintah bisa di-impeachment karena tidak melaksanakan undang-undang,” tegas Wahid pada saat Rapat Pleno Panja Pangan, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, tahun 2021 silam.
Bagi politisi Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, persoalan pangan bukan soal pencitraan. Namun, persoalan pangan ini menyangkut kebelangsungan hidup manusia sekaligus kedaulatan bangsa dan negara. Sehingga, DPR RI sebagai lembaga legislatif secara tegas menjalankan fungsi pengawasan guna memastikan esensi dan tujuan UU Pangan dilaksanakan sesuai dengan regulasi yang telah disahkan.
“Masalah krusial (pangan, red) ini bukan soal pencitraan, ini adalah soal kedaulatan kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” tegas Wahid.
UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pangan hadir sebagai revisi atas UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Di dalam UU tersebut mengamanatkan pembentukan badan yang khusus pangan. Hal ini perlu dilakukan karena untuk mengurai simpul permasalahan koordinasi dan sikronisasi antar lembaga yang membidangi sektor pangan Indonesia.
Selain itu, UU tersebut bersifat strategis bagi rakyat Indonesia. Sifat yang strategis ini tergambarkan dari tujuan undang-undang ini dibentuk. Di antaranya meningkatkan kemampuan memproduksi pangan secara mandiri, menyediakan pangan yang beraneka ragam, dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat, serta mewujudkan tingkat kecukupan pangan, terutama pangan pokok dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat. (TIM/RN)
Komentar